Hukum Shalat Dalam Keadaan Berkeringat

Bagaimana hukum shalat dalam keadaan berkeringat, apakah sah atau tidak?



Redaktur Bahtsul Masail NU Online menyimpulkan menurut pandangan Islam, keringat yang keluar dari tubuh manusia tidak dianggap sebagai najis, baik dalam jumlah banyak maupun ketika membuat pakaian menjadi basah. Imam An-Nawawi dan Imam As-Syafi'i menyatakan bahwa keringat manusia dianggap suci dan tidak membatalkan kebersihan. Hal ini berlaku untuk semua orang, termasuk yang dalam keadaan junub, haid, suci, muslim, kafir, dan juga untuk hewan yang termasuk dalam kategori hewan halal (kecuali anjing dan babi).

Meskipun sah melaksanakan shalat dalam keadaan tubuh berkeringat, disarankan untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan saat beribadah. Keringat dapat membuat tubuh terasa basah dan lengket, sehingga menghindari olahraga terlalu dekat dengan waktu shalat disarankan. Membersihkan atau mengeringkan keringat serta mengganti pakaian sebelum shalat dapat meningkatkan kekhusyukan dalam beribadah.

Penting untuk diingat bahwa sementara sahnya shalat dalam keadaan berkeringat, kenyamanan dan kebersihan juga perlu diperhatikan untuk mencapai kekhusyukan dalam beribadah.

Ibaroh:

وَالْمُخَاطِ وَالدُّمْعِ بَيْنَ الْجُنُبِ وَالْحَائِضِ وَالطَّاهِرِ وَالْمُسْلِمِ وَالْكَافِرِ وَالْبَغْلِ وَالْحِمَارِ وَالْفَرَسِ وَالْفَارِ وَجَمِيعِ السَّبُعِ وَالْحَشَرَاتِ بَلْ هِيَ طَاهِرَةٌ مِّن جَمِيعِهَا وَمِن كُلِّ حَيَّوَانٍ طَاهِرٍ وَهُوَ مَا سَوَى الْكَلْبِ وَالْخِنزِيرِ وَفَرْعِ أَحَدِهِمَا

 Artinya, "Ketahuilah bahwa tidak ada perbedaan dalam keringat, air liur, lendir, dan air mata antara orang junub, haid, suci, muslim, kafir, bagal, keledai, kuda, tikus, dan semua binatang buas dan serangga. Bahkan, semuanya suci, baik dari orang-orang tersebut maupun dari setiap hewan yang suci, yaitu yang selain anjing, babi, dan turunan salah satunya. (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, jilid II, halaman 565).

وَلَا يَنجَسُ عَرَقُ جُنُبٍ وَلَا حَائِضٍ مِّن تَحْتِ مِنكِبٍ وَلَا مَأْبَضٍ وَلَا مَوْضَعٍ مُّتَغَيِّرٍ مِّنَ الْجَسَدِ وَلَا غَيْرِ مُتَغَيِّرٍ ۖ فَإِن قَالَ قَائِلٌ وَكَيْفَ لَا يَنجَسُ عَرَقُ الْجُنُبِ وَالْحَائِضُ قِيلَ بِأَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَائِضُ بِغَسْلِ دَمِ الْحَيْضِ مِن ثَوْبِهَا وَلَمْ يَأْمُرْهَا بِغَسْلِ الثَّوْبِ كُلَّهُ وَالثَّوْبُ الَّذِي فِيهِ دَمُ الْحَيْضِ الْإِزَارُ وَلَا شَكَّ فِي كَثْرَةِ الْعَرَقِ فِيهِ وَقَدْ رُوِيَ عَنِ بِنِّ عَبَّاسٍ وَبِنِّ عُمَرَ أَنَّهُمَا كَانَا يَعْرِقَانِ فِي الثِّيَابِ وَهُمَا جُنُبَانِ ثُمَّ يُصَلِّيَانِ فِيهَا وَلَا يُغْسِلَانِهَا.

 Artinya: "Tidak najis keringat orang junub dan haid yang keluar dari bawah ketiak, lutut, atau bagian tubuh yang berubah warna atau tidak berubah warna. Jika ada yang bertanya, "Mengapa keringat orang junub dan haid tidak najis?" Maka jawabnya adalah karena perintah Nabi Muhammad saw kepada wanita haid untuk mencuci darah haid dari pakaiannya, tetapi beliau tidak memerintahkannya untuk mencuci seluruh pakaiannya. Pasalnya pakaian yang terkena darah haid adalah sarung, dan tidak diragukan lagi bahwa keringat banyak di dalamnya. Ibnu Abbas dan Ibnu Umar juga telah meriwayatkan bahwa mereka berdua pernah berkeringat di baju saat junub, kemudian mereka shalat di dalamnya tanpa mencucinya. (As-Syafi'i dalam kitab Al-Umm, [Beirut: Darl Fikr], jilid I, halaman 29).

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ، الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ 

 Artinya: "Sungguh beruntunglah orang-orang mukmin, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya." Surah Al-Mu'minun Ayat 1-2.

Disadur dari NU Online

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Hukum Shalat Dalam Keadaan Berkeringat"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.