Masalah pertanahan di negeri ini cukup pelik, banyak sekali tanah petak yang dijual tanpa jelas akses jalan yang akan dilalui bersama. Jika berlarut-larut, maka fenomena penutupan akses jalan jika terjadi konflik sosial akan menjadi hal yang tak bisa di hindari.
Lalu bagaimana hal ini dipandang dari hukum islam? Yang patut diingat, tetangga adalah salah satu kelompok sosial yang harus dimuliakan selain tamu. Ada hadist
من كانَ يُؤمن بِاللَّه، واليَوْم الآخر؛ فَليُكرم ضَيفه، ومن كانَ يُؤمن بِاللَّه، واليَوْم الآخر؛ فَليُكرم جاره، ومن كانَ يُؤمن بِاللَّه، واليَوْم الأُخَر؛ فَلْيقل خيرا، أو ليصمت. رَواهُ سَلمَة بن وهرام: عَن عِكْرِمَة، عَن ابْن عَبّاس ذخيرة الحفاظ ٤/٢٣٨١ — ابن القيسراني (ت ٥٠٧)
Artinya, "Barang siapa beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia muliakan tamunya. Dan barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia mulyakan tetangganya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata baik atau sebaiknya diam.” HR. Salamah ibn Wahram dari Ikrimah dari Ibn Abbas radliyallahu ‘anhum. (Dzakhiratu al-Huffadz li al-Qaysarany, Juz IV, halaman 2381).
Penjual Tanah Wajib Sediakan Akses Jalan
Ternyata dalam khasanah kitab klasik, ada satu ibaroh yang bisa kita petik dalam persoalan yang mirip-mirip dengan akses jalan ini. Pada kitab al Binayah Syarh al Hidayah Li Badaruddin al-Aini tertuliskan:
أن حق المرور معلوم لتعلقه بمحل معلوم وهو الطريق
Artinya, “Sesungguhnya hak melintas merupakan kemakluman dan senantiasa dikaitkan dengan suatu tempat yang ma’lum pula, yakni menuju akses jalan raya.” (Juz 8 halaman 170).
Kemudian ada juga pendapat Syaikh Syams al-Aimmah al Sarakhsy di kitab al Muhithul Burhany fi Fiqh al-Nu'many lil Mazah, tentang fungsi jalan sebagai syarat penjualan.
أن بيع رقبة الطريق على أن يكون للبائع فيه حق المرور جائز بخلاف بيع حق المرور بانفراده
Artinya, “Sesungguhnya menjual fungsi jalan sebagai akses disertai syarat bagi penjual berupa hak untuk melintas adalah boleh. Hal ini berbeda dengan praktik jual beli hak melintas saja (maka tidak boleh).” (al-Muhith al-Burhany fi al-Fiqh al-Nu’many li al-Mazah, juz VII, halaman 149)
Jalan/Gang adalah Hibah, Dilarang ditarik/dicabut Kembali
Jalan ataupun gang yang digunakan sebagai jalur menuju akses umum adalah sesuatu yang dibangun dari hibah-hibah masing-masing penguasa lahan. Mekanisme hibah ini dalam istilah fiqh nya adalah Shuluh Ibro', sebuah ikrar yang memberikan penegasan pemangkasan hak dari semua pengikrar atas sebagian hak lain.
Karena itu, jika sudah dihibahkan sebagai fasilitas umum atas dasar kerelaan (meskipun dilakukan oleh orang tua atau leluhur) maka berlaku larangan soal hibah, yaitu tidak boleh dicabut. Sesuai dalam hadist kanjeng nabi yang dikutip di kitab Majmu' Syarah Muhaddzab li Imam Nawawi.
لا يحل للرجل أن يعطى العطية فيرجع فيها إلا الوالد فيما يعطى ولده
Artinya, “Tidak halal bagi seorang laki-laki mencabut kembali pemberian kepada orang lain kecuali pemberiannya orang tua kepada anaknya.” (Juz 15 - 383).
Maka pemilik tanah, ahli waris maupun pemilik baru tidak memiliki kewenangan secara fiqh dan dilarang mencabut akses atas tanah yang dijadikan jalan atau fasilitas umum lain.
Sumber: NU Online
Belum ada tanggapan untuk "Hukum Mencabut Akses Jalan Bagi Tetangga yang Mengganggu"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.