Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Sjamsurijal, mengangkat isu polusi udara yang semakin memburuk di wilayah Jabodetabek. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap kurangnya efektivitas program perlindungan lingkungan yang dilaksanakan oleh instansi terkait.
Cucun menekankan bahwa eskalasi polusi di Jabodetabek secara konkret menggambarkan dampak nyata dari perubahan iklim. Meskipun program-program perlindungan lingkungan, termasuk upaya penanggulangan perubahan iklim, telah dilaksanakan dengan giat selama lebih dari satu dekade, nyatanya, masalah polusi ini tetap mengkhawatirkan. Cucun mengajukan pertanyaan seputar akuntabilitas kementerian atau lembaga yang bertanggung jawab atas isu ini.
"Cucun dalam pernyataannya pada hari Selasa (29/8/2023) mengungkapkan, 'Dampak parah dari polusi yang kita alami di kawasan Jabodetabek saat ini merupakan konsekuensi langsung dari perubahan iklim. Meskipun program perlindungan lingkungan, termasuk upaya penanggulangan perubahan iklim, telah diterapkan secara intensif lebih dari 10 tahun yang lalu. Pertanyaannya adalah, bagaimana tanggung jawab kementerian atau lembaga terkait dalam mengatasi persoalan ini?'"
Cucun juga memperingatkan bahwa buruknya kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya memiliki dampak serius pada kesehatan masyarakat. Ia merujuk pada data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menunjukkan bahwa bahan polutan PM 2,5 dapat memicu berbagai masalah kesehatan seperti gangguan pernapasan, kanker paru-paru, masalah kardiovaskular, dan bahkan kematian dini.
"Situasi yang tengah dihadapi di Jakarta dan sekitarnya tidak boleh diabaikan begitu saja karena dampaknya yang signifikan. Kondisi ini dapat dengan mudah terulang di kota-kota besar lain di Indonesia," tambah Cucun.
Selaku Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Cucun mengusulkan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit khusus terhadap alokasi anggaran yang digunakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim di berbagai kementerian dan lembaga. Ia mencatat bahwa anggaran yang dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk perlindungan lingkungan relatif besar dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, pada tahun 2019, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp16,1 triliun, kemudian pada tahun 2020 sekitar Rp13,0 triliun, di tahun 2021 sekitar Rp14,0 triliun, di 2022 sebesar Rp12,8 triliun, dan pada tahun ini sekitar Rp13,9 triliun.
"Presiden Jokowi telah menunjukkan komitmennya terhadap upaya penanggulangan perubahan iklim. Ini terlihat dari alokasi anggaran yang dilakukan setiap tahun untuk mendukung program-program di berbagai kementerian dan lembaga. Namun, realitas di lapangan masih menunjukkan tingginya tingkat polusi udara yang luar biasa. Oleh karena itu, penting bagi BPK untuk melakukan audit khusus," tegasnya.
Cucun juga mendesak pemerintah untuk sungguh-sungguh mengimplementasikan komitmen yang diambil oleh anggota G-20 terkait Program Kemitraan Transisi Energi Adil (Just Energy Transition Partnership, JETP), yang bertujuan untuk menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan. Negara-negara anggota G-20 telah berjanji untuk mengalokasikan USD 20 juta melalui berbagai skema pendanaan.
"Cucun menegaskan, 'Salah satu penyebab utama polusi di Jakarta adalah adanya pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Jika program JETP dapat diwujudkan, ini akan signifikan mengurangi polusi serta dampak perubahan iklim di Indonesia,'" pungkasnya.
Belum ada tanggapan untuk "Polusi Udara Jabodetabek: Ketua Fraksi PKB Pertanyakan Efektivitas Program Perlindungan Lingkungan Selama ini"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.