Kabar terbaru datang dari lingkungan Ciganjur yang rasanya sayang jika dilewatkan oleh kalangan santri maupun pemerhati bangsa. Menjelang peringatan wafatnya Almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang ke-16 pada tahun 2025 nanti, ada pesan kuat yang disampaikan panitia. Berita yang beredar di jaringan Nahdliyin ini bukan sekadar undangan hadir secara fisik, melainkan sebuah panggilan untuk menengok kembali kondisi fundamental negara kita hari ini.
Persiapan menuju Haul ke-16 ini sepertinya dirancang agak berbeda dan lebih menohok kesadaran kita. Ketua Pelaksana Haul, Ibu Alissa Wahid, menekankan betul bahwa peringatan ini tidak boleh berhenti pada seremoni doa dan tahlil semata. Tentu, kirim doa itu wajib bagi kita kaum santri, tapi kuranglebihnya ada hal yang lebih mendesak untuk digali, yaitu menjadikan haul sebagai momentum refleksi kebangsaan. Jenengan bisa bayangkan, setelah 16 tahun sang Guru Bangsa berpulang, ternyata banyak cita-cita beliau yang belum tuntas, terutama soal posisi rakyat dalam kebijakan negara. Apakah rakyat sudah benar-benar menjadi subjek utama, atau malah cuma jadi objek penderita? Pertanyaan ini begitunya menampar kita di tengah hiruk-pikuk politik yang seringkali melupakan etika.
Dalam penjelasannya, Ibu Alissa mengajak kita berpikir kritis. Beliau menggunakan contoh nyata yang nggak main-main, yakni bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda saudara-saudara kita di Sumatra. Peristiwa memilukan ini dinilai sebagai cermin retaknya demokrasi kita. Prinsip “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” yang sering didengungkan, nyatanya sering mandek di level jargon.
Coba jenengan renungkan, bencana ekologis seperti di Sumatra itu kira-kiranya murni alam atau ada andil tangan manusia yang punya kuasa? Menurut pandangan panitia Haul kali ini, itu adalah bukti fatal dari kebijakan yang tidak memihak kemaslahatan umat. Ketika mandat politik justru berujung pada kerusakan atau mafsadah, di situlah sampeyan dan saya harus sadar bahwa ada yang nggak beres dalam tata kelola negeri ini. Kebijakan yang tidak melibatkan partisipasi rakyat seringkali berakhir menyengsarakan akar rumput.
Merespons kegelisahan tersebut, Haul Gus Dur 2025 secara resmi mengusung tema “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat”. Ini adalah upaya mengembalikan rel perjuangan yang dulu sebegitunya dipertahankan oleh Almaghfurlah Gus Dur. Acara ini nantinya akan menjadi titik temu antara spiritualitas dan diskursus kebangsaan.
Dari sisi teknis acara, Ciganjur akan kembali dipadati oleh para tokoh dan jamaah. Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, KH Ubaidullah Shodaqoh dan KH Mu’adz Thohir dijadwalkan hadir untuk memberikan keberkahan ilmu. Sementara itu, prosesi doa dan tahlil—yang menjadi jantung acara—rencananya bakal dipimpin langsung oleh Ketua PWNU Jawa Timur, KH Abdul Hakim Mahfudz atau yang akrab disapa Gus Kikin. Kehadiran para kiai sepuh ini tentu menjadi magnet tersendiri bagi para santri yang rindu wejangan adem.
Tidak hanya ulama, tokoh nasional seperti Prof. Mahfud MD dan tentu saja Ibu Nyai Sinta Nuriyah Wahid juga dijadwalkan hadir membersamai jamaah. Yang menarik, nuansa kebudayaan yang lekat dengan Gus Dur juga tetap dipertahankan. Akan ada testimoni dari seniman kondang Cak Kirun, serta penampilan musisi Budi Cilok yang berkolaborasi dengan saksofonis Michail Abel Firdausi. Bahkan, cucu Gus Dur, Aurora Maica, juga akan turut ambil bagian. Rangkaian acara juga akan semakin syahdu dengan lantunan ayat suci oleh Miftah Farid dan shalawat dari Azzam Nur Mukjizat serta grup hadrah Shoutul Munawwaroh.
Berdasarkan pengamatan kami terhadap susunan acara dan tema yang diangkat, Haul ke-16 ini rasanya menjadi alarm pengingat yang cukup keras bagi kita semua. Ini bukan sekadar reuni tahunan para pengagum Gus Dur, tapi sebuah forum evaluasi. Jenengan diajak untuk tidak diam melihat ketimpangan kebijakan yang merugikan rakyat kecil. Melalui peringatan ini, spiritualitas tahlil dipadukan dengan nalar kritis untuk kemaslahatan umat, persis seperti yang selalu diajarkan Gus Dur semasa hidupnya. Mari kita jadikan momentum ini untuk berbenah, rekan-rekanita, sembari terus melangitkan doa untuk Almaghfurlah dan keselamatan bangsa. Terima kasih sudah menyimak ulasan ini.
Sumber: NU Online