Malam waktu New York, kepolisian setempat melaporkan telah terjadi penikaman kepada penulis terkenal asal Iran yang pernah heboh dan menjadi 'musuh utama' umat islam sedunia karena karya sastranya, The Satanic Verses, Salman Rusdhie. Meskipun dilaporkan selamat dengan cedera sangat serius, publik mendengar berita tersebut pun terbelah.
Hal ini mirip dengan ketika 30 tahun yang lalu, kehebohan yang serupa terjadi di Indonesia pada reaksi terbitnya novel yang dianggap sangat menyinggung itu. Bahkan tokoh besar Islam dari hampir semua ormas pada waktu itu ikut mengawal kasus ini dalam wacana-wacana di pengadilan dan di masyarakat.
Yang paling terkenal, Gus Dur dianggap membela karya sastra dari Salman Rusdhie tersebut.
Pada Majalah Editor edisi No 28/THN. II/11 Maret 1989, dimuatlah artikel pengadilan in absentia terhadap Salman Rusdhie atas karyanya Ayat-Ayat Setan yang menggemparkan. Ada cuplikan pendapat dari Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah waktu itu, Luqman Harun sebagai jaksa penuntut umum. Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU, sebagai pembela tanpa mandat. Sementara Quraish Shihab, ahli tafsir dan ketua MUI Pusat, lalu Syu’bah Asa dan Danarto menjadi saksi. Majelis hakim berjumlah sepuluh orang, yaitu tim redaksi Editor.
“Mari kita lihat lebih lapang. Ini sebuah novel, karya sastra yang harus dipahami secara sendiri. Membaca novel tidak sama dengan membaca statement. Soal isinya yang menghina Nabi, saya sendiri juga tidak setuju,” ungkap Gus Dur sambil melirik Luqman di sebelahnya. “Apa bedanya dengan Sidartha-nya Hella S. Hasse, Ernest Hemingway atau William Faulkner, yang juga berisi renungan. Plotnya sederhana. Namun kemudian ditarik melalui berbagai persoalan imigran yang lantas menjadi keruwetan tersendiri. Di situlah kemudian muncul imajinasi-imajinasi aneh yang melenceng dari fakta,” lanjut Gus Dur.
Bagi Gus Dur, Salman diibaratkan orang gila yang melempar masjid. Apa orang macam itu harus dibunuh? Lebih baik diingatkan atau ditertawakan saja. Reaksi keras umat Islam disebabkan kondisi mereka labil hingga menjadikannya sensitif pada masalah-masalah. Gus Dur mencontohkan, di Amerika Serikat pernah ada pengarang yang menulis Hagarisme, salah satu sekte Yahudi yang bersumber dari Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim. Orang Yahudi tidak ribut, sebab mereka sudah mengonotasikan buku itu salah. Sama saja orang membaca buku Stalin tentang Tuhan. Orang hanya geli membacanya.
Belum ada tanggapan untuk "Salman Rusdhie ditikam, Gus Dur Sebagai Penikmat Sastra Pernah Membelanya"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.