| Teks Bahasa Arab | I’rob per kata (bahasa) | Arti Kata |
| كَيْفَ | Kata tanya (bagaimana) | Bagaimana |
| بَدَأَ | Fi’il madhi (telah memulai) | Memulai |
| سبحانه وتعالى | Dho’ir (Dia Mahasuci dan Mahatinggi) | Mahasuci dan Mahatinggi |
| بِنَفْسِهِ | Jar majrur (dengan Diri-Nya) | Dengan Diri-Nya |
| وَثَنَّى | Huruf athof (dan kemudian), fi’il madhi (mengiringi/menjadikan yang kedua) | Dan mengiringi (yang kedua) |
| بِالْمَلَائِكَةِ | Jar majrur (dengan para malaikat) | Dengan para malaikat |
| وَثَلَّثَ | Huruf athof (dan kemudian), fi’il madhi (mengiringi/menjadikan yang ketiga) | Dan mengiringi (yang ketiga) |
| بِأَهْلِ | Jar majrur (dengan pemilik) | Dengan para pemilik |
| الْعِلْمِ | Mudhof ilaih (ilmu) | Ilmu |
| وَنَاهِيكَ | Wawu athof (dan), fi’il amr (cukuplah bagimu) | Dan cukuplah bagimu |
| بِهَذَا | Jar majrur (dengan ini) | Dengan ini |
| شَرَفًا | Tamyiz (kemuliaan) | Kemuliaan |
| وَفَضْلًا | Huruf athof (dan), ma’thuf (keutamaan) | Dan keutamaan |
| وجلاء | Huruf athof (dan), ma’thuf (kejelasan/keterangan) | Dan kejelasan |
| ونبلًا | Huruf athof (dan), ma’thuf (keluhuran) | Dan keluhuran |
| Kalimat Arab dengan harokat | Arti dalam bahasa Indonesia |
| كَيْفَ بَدَأَ سبحانه وتعالى بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِالْمَلَائِكَةِ وَثَلَّثَ بِأَهْلِ الْعِلْمِ وَنَاهِيكَ بِهَذَا شَرَفًا وَفَضْلًا وجلاء ونبلًا | Bagaimana Allah Subhanah wa Ta’ala memulai dengan Diri-Nya sendiri, kemudian mengiringi dengan para malaikat, dan mengiringi (yang ketiga) dengan para ahli ilmu. Dan cukuplah bagimu ini sebagai kemuliaan, keutamaan, kejelasan, dan keluhuran. |
Penjelasan: Paragraf ini menyoroti kedudukan mulia para ahli ilmu dengan membandingkan urutan penyebutan Allah dalam beberapa konteks. Dikatakan bahwa Allah memulai dengan Diri-Nya, kemudian para malaikat, dan setelah itu ahli ilmu. Urutan ini mengindikasikan tingginya derajat ahli ilmu di sisi Allah. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin, khususnya dalam Kitab Al-‘Ilm (Kitab Ilmu), sangat menekankan hal ini. Beliau menjelaskan bahwa ilmu adalah sifat yang paling mulia, karena ia membedakan manusia dari makhluk lain dan mendekatkannya kepada Allah. Orang yang berilmu adalah pewaris para nabi dan lentera di muka bumi yang menerangi jalan bagi umat. Keutamaan ilmu dan ulama seringkali disebut dalam Al-Qur’an dan hadits, dan Al-Ghazali mengumpulkan banyak dalil untuk menguatkan argumen ini. Baginya, ilmu bukan hanya pengetahuan semata, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang Allah dan ciptaan-Nya, yang mengarah pada rasa takut (khauf) dan takwa.
| Teks Bahasa Arab | I’rob per kata (bahasa) | Arti Kata |
| وَقَالَ | Huruf athof (dan), fi’il madhi (telah berfirman) | Dan berfirman |
| اللَّهُ | Fa’il (Allah) | Allah |
| تَعَالَى | Fi’il madhi (Maha Tinggi) | Mahatinggi |
| ﴿يَرْفَعِ | Fi’il mudhari’ majzum (mengangkat) | Mengangkat |
| اللَّهُ | Fa’il (Allah) | Allah |
| الَّذِينَ | Isim maushul (orang-orang yang) | Orang-orang yang |
| آمَنُوا | Fi’il madhi (beriman) | Beriman |
| منكم | Jar majrur (dari kalian) | Dari kalian |
| والذين | Huruf athof (dan), isim maushul (orang-orang yang) | Dan orang-orang yang |
| أُوتُوا | Fi’il madhi mabni lil majhul (diberi) | Diberi |
| الْعِلْمَ | Maf’ul bih (ilmu) | Ilmu |
| دَرَجَاتٍ﴾ | Maf’ul bih tsani/tamyiz (beberapa derajat) | Beberapa derajat |
| قَالَ | Fi’il madhi (berkata) | Berkata |
| ابْنُ | Fa’il (putra) | Ibnu |
| عَبَّاسٍ | Mudhof ilaih (Abbas) | Abbas |
| رَضِيَ | Fi’il madhi (semoga meridhai) | Semoga meridhai |
| اللَّهُ | Fa’il (Allah) | Allah |
| عَنْهُمَا | Jar majrur (atas keduanya) | Atas keduanya |
| لِلْعُلَمَاءِ | Jar majrur (bagi para ulama) | Bagi para ulama |
| دَرَجَاتٌ | Mubtada’ muakhkhar (beberapa derajat) | Beberapa derajat |
| فَوْقَ | Zhorf makan (di atas) | Di atas |
| الْمُؤْمِنِينَ | Mudhof ilaih (orang-orang beriman) | Orang-orang beriman |
| بِسَبْعِمِائَةِ | Jar majrur (dengan tujuh ratus) | Dengan tujuh ratus |
| دَرَجَةٍ | Tamyiz (derajat) | Derajat |
| مَا | Naafi’ah (tidak) | Tidaklah |
| بَيْنَ | Zhorf makan (antara) | Antara |
| الدَّرَجَتَيْنِ | Mudhof ilaih (dua derajat) | Dua derajat |
| مَسِيرَةُ | Mubtada’ (perjalanan) | Perjalanan |
| خَمْسِمِائَةِ | Mudhof ilaih (lima ratus) | Lima ratus |
| عَامٍ | Tamyiz/mudhof ilaih (tahun) | Tahun |
| Kalimat Arab dengan harokat | Arti dalam bahasa Indonesia |
| وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى ﴿يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا منكم والذين أوتوا العلم درجات﴾ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لِلْعُلَمَاءِ دَرَجَاتٌ فَوْقَ الْمُؤْمِنِينَ بِسَبْعِمِائَةِ دَرَجَةٍ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ مَسِيرَةُ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ | Dan Allah Ta’ala berfirman, “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Bagi para ulama ada derajat-derajat di atas orang-orang mukmin sebanyak tujuh ratus derajat, jarak antara dua derajat adalah perjalanan lima ratus tahun.” |
Penjelasan: Ayat Al-Qur’an ini (QS. Al-Mujadilah: 11) adalah dalil utama tentang keutamaan ahli ilmu. Allah secara eksplisit menyebutkan bahwa Dia mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan lebih lagi orang-orang yang diberi ilmu. Penafsiran Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma semakin memperjelas betapa agungnya kedudukan ulama, dengan menyebutkan perbedaan derajat yang sangat signifikan (700 derajat, dengan jarak antar derajat 500 tahun perjalanan). Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menggunakan ayat ini untuk menegaskan bahwa ilmu bukan sekadar hiasan, tetapi jalan menuju kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Beliau membedakan antara iman dan ilmu; iman adalah dasar, sedangkan ilmu adalah penguat dan penyempurna yang memungkinkan seseorang mencapai tingkat kedekatan yang lebih tinggi dengan Sang Pencipta. Ilmu yang dimaksud Al-Ghazali bukanlah semata-mata hafalan atau pengetahuan duniawi, tetapi ilmu yang membawa pada pengenalan (ma’rifah) akan Allah, sifat-sifat-Nya, hukum-hukum-Nya, dan hikmah di balik ciptaan-Nya.
| Teks Bahasa Arab | I’rob per kata (bahasa) | Arti Kata |
| وَقَالَ | Huruf athof (dan), fi’il madhi (telah berfirman) | Dan berfirman |
| عز وجل | Fi’il madhi (Maha Mulia dan Maha Agung) | Maha Mulia dan Maha Agung |
| ﴿قُلْ | Fi’il amr (katakanlah) | Katakanlah |
| هَلْ | Huruf istifham (apakah) | Apakah |
| يَسْتَوِي | Fi’il mudhari’ (sama) | Sama |
| الَّذِينَ | Isim maushul (orang-orang yang) | Orang-orang yang |
| يَعْلَمُونَ | Fi’il mudhari’ (mereka mengetahui) | Mereka mengetahui |
| وَالَّذِينَ | Huruf athof (dan), isim maushul (orang-orang yang) | Dan orang-orang yang |
| لَا | Huruf nafi (tidak) | Tidak |
| يَعْلَمُونَ﴾ | Fi’il mudhari’ (mereka mengetahui) | Mereka mengetahui |
| وَقَالَ | Huruf athof (dan), fi’il madhi (telah berfirman) | Dan berfirman |
| تَعَالَى | Fi’il madhi (Maha Tinggi) | Mahatinggi |
| ﴿إِنَّمَا | Huruf hashr (sesungguhnya hanyalah) | Sesungguhnya hanyalah |
| يَخْشَى | Fi’il mudhari’ (takut) | Takut |
| اللَّهَ | Maf’ul bih muqaddam (Allah) | Kepada Allah |
| مِنْ | Jar (dari) | Dari |
| عِبَادِهِ | Majrur (hamba-hamba-Nya) | Hamba-hamba-Nya |
| الْعُلَمَاءُ﴾ | Fa’il muakhkhar (para ulama) | Para ulama |
| Kalimat Arab dengan harokat | Arti dalam bahasa Indonesia |
| وَقَالَ عز وجل ﴿قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يعلمون والذين لا يعلمون﴾ وَقَالَ تَعَالَى ﴿إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ العلماء﴾ | Dan Allah Azza wa Jalla berfirman, “Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Dan Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” |
Penjelasan: Dua ayat ini semakin mempertegas perbedaan antara orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu. Ayat pertama (QS. Az-Zumar: 9) adalah pertanyaan retoris yang jawabannya sudah jelas: tidak ada kesamaan. Ini menunjukkan keunggulan mutlak orang berilmu. Ayat kedua (QS. Fathir: 28) adalah salah satu ayat paling fundamental tentang keutamaan ilmu dan ketakwaan. Allah secara spesifik menyatakan bahwa rasa takut yang hakiki kepada-Nya hanya dimiliki oleh al-‘ulama (para ulama). Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menjelaskan bahwa rasa takut (khauf) ini bukanlah ketakutan biasa, melainkan ketakutan yang timbul dari pengenalan (ma’rifah) akan keagungan Allah, kebesaran-Nya, dan keadilan-Nya. Seseorang tidak akan bisa benar-benar takut kepada Allah tanpa ilmu yang mendalam tentang-Nya. Ilmu inilah yang membuka mata hati untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah, memahami hukum-hukum-Nya, dan menyadari betapa kecilnya diri di hadapan-Nya. Oleh karena itu, bagi Al-Ghazali, ilmu adalah jalan utama menuju takwa dan pengenalan yang benar akan Allah.
| Teks Bahasa Arab | I’rob per kata (bahasa) | Arti Kata |
| وَقَالَ | Huruf athof (dan), fi’il madhi (telah berfirman) | Dan berfirman |
| تَعَالَى | Fi’il madhi (Maha Tinggi) | Mahatinggi |
| ﴿قُلْ | Fi’il amr (katakanlah) | Katakanlah |
| كَفَى | Fi’il madhi (cukuplah) | Cukuplah |
| بِاللَّهِ | Jar majrur (dengan Allah) | Dengan Allah |
| شَهِيدًا | Tamyiz (sebagai saksi) | Sebagai saksi |
| بَيْنِي | Zhorf makan (antara aku) | Antara aku |
| وَبَيْنَكُمْ | Huruf athof (dan), zhorf makan (antara kalian) | Dan antara kalian |
| وَمَنْ | Huruf athof (dan), isim maushul (orang yang) | Dan orang yang |
| عِنْدَهُ | Zhorf makan (di sisinya), ha’ dhamir (miliknya) | Di sisinya |
| عِلْمُ | Mubtada’ muakhkhar (ilmu) | Ilmu |
| الْكِتَابِ﴾ | Mudhof ilaih (kitab) | Kitab |
| وَقَالَ | Huruf athof (dan), fi’il madhi (telah berfirman) | Dan berfirman |
| تَعَالَى | Fi’il madhi (Maha Tinggi) | Mahatinggi |
| ﴿قَالَ | Fi’il madhi (berkata) | Berkata |
| الَّذِي | Isim maushul (orang yang) | Orang yang |
| عِنْدَهُ | Zhorf makan (di sisinya), ha’ dhamir (miliknya) | Di sisinya |
| عِلْمٌ | Mubtada’ muakhkhar (ilmu) | Ilmu |
| مِنَ | Jar (dari) | Dari |
| الْكِتَابِ | Majrur (kitab) | Kitab |
| أَنَا | Dhamir munfashil (aku) | Aku |
| آتِيكَ | Fi’il mudhari’ (aku akan membawanya kepadamu) | Aku akan membawanya kepadamu |
| بِهِ﴾ | Jar majrur (dengannya) | Dengannya |
| تَنْبِيهًا | Maf’ul li ajlih (sebagai pemberitahuan) | Sebagai pemberitahuan |
| عَلَى | Jar (atas) | Atas |
| أَنَّهُ | Huruf taukid wa nashb (bahwasanya dia) | Bahwasanya dia |
| اقْتَدَرَ | Fi’il madhi (mampu) | Mampu |
| بِقُوَّةِ | Jar majrur (dengan kekuatan) | Dengan kekuatan |
| الْعِلْمِ | Mudhof ilaih (ilmu) | Ilmu |
| Kalimat Arab dengan harokat | Arti dalam bahasa Indonesia |
| وَقَالَ تَعَالَى ﴿قُلْ كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِنْدَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ﴾ وَقَالَ تَعَالَى ﴿قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ﴾ تَنْبِيهًا عَلَى أَنَّهُ اقْتَدَرَ بِقُوَّةِ الْعِلْمِ | Dan Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: Cukuplah Allah sebagai saksi antara aku dan kalian, dan orang yang di sisinya ada ilmu Al-Kitab.” Dan Allah Ta’ala berfirman, “Berkata seorang yang di sisinya ada ilmu dari Al-Kitab: ‘Aku akan membawanya kepadamu (singgasana Balqis)’.” Ini sebagai pemberitahuan bahwa ia mampu melakukannya dengan kekuatan ilmu. |
Penjelasan: Dua ayat ini (QS. Ar-Ra’d: 43 dan QS. An-Naml: 40) semakin menggarisbawahi kekuatan dan kedudukan ilmu. Ayat pertama menunjukkan bahwa orang yang memiliki ilmu Al-Kitab (Al-Qur’an atau kitab-kitab samawi sebelumnya) adalah saksi kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW bersama dengan Allah. Ini menempatkan mereka pada posisi yang sangat tinggi dalam memahami kebenaran Ilahi. Ayat kedua adalah kisah Nabi Sulaiman dan singgasana Ratu Balqis. Seseorang yang memiliki “ilmu dari Al-Kitab” (yang sebagian ulama menafsirkan sebagai Asif bin Barkhiya, wazir Nabi Sulaiman, yang memiliki ilmu tentang Ismullah Al-A’zham atau ilmu yang sangat khusus) mampu membawa singgasana dalam sekejap mata. Ini adalah demonstrasi kekuatan yang luar biasa yang bersumber dari ilmu, bukan kekuatan fisik atau magis biasa. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin akan menggunakan kisah-kisah seperti ini untuk menunjukkan bahwa ilmu, terutama ilmu tentang rahasia-rahasia Allah dan nama-nama-Nya, memiliki kekuatan yang dahsyat. Ilmu bukan hanya tentang mengetahui fakta, tetapi tentang memahami hakikat sesuatu dan bagaimana menggunakannya sesuai kehendak Allah. Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa ilmu dapat menghasilkan kemampuan yang melampaui batas-batas normal, yang hanya dapat terjadi karena karunia Allah kepada orang yang berilmu.
| Teks Bahasa Arab | I’rob per kata (bahasa) | Arti Kata |
| وَقَالَ | Huruf athof (dan), fi’il madhi (telah berfirman) | Dan berfirman |
| عز وجل | Fi’il madhi (Maha Mulia dan Maha Agung) | Maha Mulia dan Maha Agung |
| ﴿وَقَالَ | Huruf athof (dan), fi’il madhi (berkata) | Dan berkata |
| الَّذِينَ | Isim maushul (orang-orang yang) | Orang-orang yang |
| أُوتُوا | Fi’il madhi mabni lil majhul (diberi) | Diberi |
| الْعِلْمَ | Maf’ul bih (ilmu) | Ilmu |
| وَيْلَكُمْ | Maf’ul bih muqaddam (celakalah kalian) | Celakalah kalian |
| ثَوَابُ | Mubtada’ (pahala) | Pahala |
| اللَّهِ | Mudhof ilaih (Allah) | Allah |
| خَيْرٌ | Khabar (lebih baik) | Lebih baik |
| لِمَنْ | Jar majrur (bagi orang yang) | Bagi orang yang |
| آمَنَ | Fi’il madhi (beriman) | Beriman |
| وَعَمِلَ | Huruf athof (dan), fi’il madhi (beramal) | Dan beramal |
| صَالِحًا﴾ | Na’at/Sifat (shalih) | Saleh |
| بَيَّنَ | Fi’il madhi (menjelaskan) | Menjelaskan |
| أَنَّ | Huruf taukid wa nashb (bahwasanya) | Bahwasanya |
| عِظَمَ | Isim anna (keagungan) | Keagungan |
| قَدْرِ | Mudhof ilaih (nilai) | Nilai |
| الْآخِرَةِ | Mudhof ilaih (akhirat) | Akhirat |
| يُعْلَمُ | Fi’il mudhari’ mabni lil majhul (diketahui) | Diketahui |
| بِالْعِلْمِ | Jar majrur (dengan ilmu) | Dengan ilmu |
| Kalimat Arab dengan harokat | Arti dalam bahasa Indonesia |
| وَقَالَ عز وجل ﴿وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا﴾ بَيَّنَ أَنَّ عِظَمَ قَدْرِ الْآخِرَةِ يُعْلَمُ بِالْعِلْمِ | Dan Allah Azza wa Jalla berfirman, “Dan berkatalah orang-orang yang diberi ilmu: ‘Celakalah kalian! Pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh’.” Ini menjelaskan bahwa keagungan nilai akhirat diketahui dengan ilmu. |
Penjelasan: Ayat ini (QS. Al-Qashash: 80) mengisahkan perkataan para ulama (orang-orang yang diberi ilmu) kepada kaumnya yang terbuai oleh kekayaan Qarun. Saat Qarun tampil dengan segala kemegahannya, orang-orang yang hanya melihat dunia berkata, “Seandainya kami mempunyai seperti yang dipunyai Qarun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Namun, para ulama memberikan peringatan keras, “Celakalah kalian! Pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh.” Ini menunjukkan bahwa pandangan orang berilmu jauh melampaui duniawi. Mereka mampu melihat keagungan akhirat dan nilai yang kekal, yang tidak dapat dilihat oleh orang awam yang hanya terpikat pada gemerlap dunia. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin sering mengulangi poin ini. Menurutnya, salah satu buah terpenting dari ilmu adalah bashirah (mata hati) yang dengannya seseorang dapat memahami hakikat dunia dan akhirat. Ilmu mengajarkan bahwa kehidupan ini hanyalah sementara, dan pahala Allah di akhirat jauh lebih berharga. Tanpa ilmu, manusia akan terjebak dalam jebakan duniawi dan kehilangan arah menuju kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, ilmu adalah kunci untuk memahami prioritas hidup dan mengarahkan amal perbuatan menuju keridhaan Allah.