| kalam | artinya |
| وَقَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: لَيْتَ شِعْرِي أَيَّ شَيْءٍ أَدْرَكَ مَنْ فَاتَهُ الْعِلْمُ، وَأَيَّ شَيْءٍ فَاتَهُ مَنْ أَدْرَكَ الْعِلْمَ | Dan sebagian ulama berkata: “Aku sungguh ingin tahu, apa sih yang didapatkan oleh orang yang tidak punya ilmu? Dan apa sih kerugian orang yang sudah mendapatkan ilmu?” |
| وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: مَنْ أُوتِيَ الْقُرْآنَ فَرَأَى أَنَّ أَحَدًا أُوتِيَ خَيْرًا مِنْهُ فَقَدْ حَقَّرَ مَا عَظَّمَ اللهُ تَعَالَى | Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang diberi anugerah Al-Quran, lalu dia merasa ada orang lain yang diberi sesuatu yang lebih baik darinya, maka dia sungguh telah meremehkan sesuatu yang diagungkan oleh Allah Ta’ala.” |
| وَقَالَ فَتْحٌ الْمَوْصِلِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: أَلَيْسَ الْمَرِيضُ إِذَا مُنِعَ الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ وَالدَّوَاءَ يَمُوتُ؟ قَالُوا: بَلَى. قَالَ: كَذَلِكَ الْقَلْبُ إِذَا مُنِعَ عَنْهُ الْحِكْمَةَ وَالْعِلْمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ يَمُوتُ | Dan Fath al-Mawsili Rahimahullah berkata: “Bukankah orang sakit itu kalau tidak diberi makan, minum, dan obat, dia akan mati?” Orang-orang menjawab: “Benar.” Beliau berkata lagi: “Begitu juga dengan hati, kalau tidak diberi hikmah dan ilmu selama tiga hari, hati itu akan mati.” |
| وَشُغْلُهُ بِهَا أَبْطَلَ إِحْسَاسَهُ، كَمَا أَنَّ غَلَبَةَ الْخَوْفِ قَدْ تُبْطِلُ أَلَمَ الْجِرَاحِ فِي الْحَالِ، وَإِنْ كَانَ وَاقِعًا | Kesibukannya dengan dunia membuat dia tidak merasakan (penyakit hatinya), sama seperti rasa takut yang sangat besar bisa menghilangkan rasa sakit luka seketika, padahal lukanya benar-benar ada. |
| فَإِذَا حَطَّ الْمَوْتُ عَنْهُ أَعْبَاءَ الدُّنْيَا، أَحَسَّ بِهَلَاكِهِ وَتَحَسَّرَ تَحَسُّرًا عَظِيمًا، ثُمَّ لَا يَنْفَعُهُ | Nanti ketika kematian datang dan mengangkat beban kesibukan dunia darinya, barulah dia sadar bahwa dia celaka dan dia menyesal dengan penyesalan yang sangat besar, tapi itu sudah tidak berguna lagi baginya. |
| وَذَلِكَ كَإِحْسَاسِ الآمِنِ خَوْفَهُ، وَالْمُفِيقِ مِنْ سُكْرِهِ بِمَا أَصَابَهُ مِنَ الْجِرَاحَاتِ فِي حَالَةِ السُّكْرِ أَوِ الْخَوْفِ | Hal itu seperti orang yang baru merasa aman setelah ketakutan, atau orang yang baru sadar dari mabuk, yang tiba-tiba merasakan sakitnya luka-luka yang dia dapatkan saat sedang mabuk atau ketakutan tadi. |
| فَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ يَوْمِ كَشْفِ الْغِطَاءِ، فَإِنَّ النَّاسَ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوا انْتَبَهُوا | Kita berlindung kepada Allah dari hari ketika semua penutup dibuka. Sesungguhnya manusia itu sedang tidur, dan ketika mereka mati, barulah mereka bangun. |
| وَقَالَ الْحَسَنُ رَحِمَهُ اللهُ: يُوزَنُ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ بِدَمِ الشُّهَدَاءِ، فَيَرْجَحُ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ بِدَمِ الشُّهَدَاءِ | Dan Al-Hasan Rahimahullah berkata: “Tinta para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada, ternyata tinta para ulama lebih berat timbangannya daripada darah para syuhada.” |
Pernah nggak sih kalian merasa hampa padahal urusan duniawi lagi lancar-lancar saja? Rasanya kayak ada yang kurang, tapi bingung apanya. Hati-hati ya, bisa jadi itu sinyal kalau hati kalian sedang “sakit” atau malah terancam mati tanpa disadari. Di sini kami akan membedah nasihat mendalam dari para ulama klasik tentang kenapa ilmu itu jadi nyawa buat hati kita. Yuk, disimak baik-baik supaya nggak menyesal belakangan!
Untuk memahami kondisi batin ini, kita perlu merenungi beberapa poin penting yang diajarkan dalam kitab-kitab klasik. Rasanya begitunya penting buat kita cek kondisi hati lewat parameter berikut ini:
-
Jangan Salah Standar Kekayaan (Meremehkan Al-Quran)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan teguran keras yang cukup menohok buat kita. Beliau bersabda bahwa siapa saja yang sudah dikasih anugerah Al-Quran (bisa membacanya, memahaminya, atau menghafalnya), tapi dia masih melirik orang lain yang punya harta dunia dan merasa orang itu lebih beruntung, maka dia salah besar.Kenapa begitu? Karena saat kalian merasa harta orang lain lebih “wow” daripada Al-Quran yang ada di dada kalian, itu artinya kalian sedang mengecilkan sesuatu yang diagungkan oleh Allah. Ini bahaya banget. Standar kemuliaan itu bukan saldo rekening, tapi seberapa dekat kita dengan kalam Allah. Jadi, jangan sampai kita merasa minder cuma karena nggak punya kemewahan, padahal kita punya Al-Quran.
-
Nutrisi Hati yang Sering Terlewat
Fath al-Mawsili Rahimahullah memberikan analogi yang logis banget. Kalian pasti setuju kalau orang sakit yang nggak dikasih makan, minum, dan obat, pasti ujung-ujungnya bakal meninggal dunia. Nah, ternyata hati kita juga punya mekanisme yang mirip.Beliau menjelaskan kalau hati itu makanannya adalah hikmah dan ilmu. Kalau hati dihalangi dari ilmu agama dan nasehat bijak selama tiga hari saja, hati itu bisa mati. Ngeri kan? Kayaknya sepele, cuma tiga hari nggak ngaji atau nggak denger nasehat, tapi dampaknya fatal. Hati yang mati itu jadi keras, nggak mempan dinasehati, dan kehilangan kepekaan spiritual. Makanya, ngaji itu bukan sambilan, tapi kebutuhan pokok kayak makan nasi.
-
Efek “Bius” Kesibukan Dunia
Mungkin kalian bertanya, “Kalau hati saya mati atau sakit karena dosa, kok saya nggak merasa sakit ya? Saya hepi-hepi aja tuh.” Nah, di sini letak jebakannya. Penulis kitab menjelaskan bahwa kesibukan dunia itu bikin mati rasa.Kondisinya mirip kayak orang yang lagi perang atau orang yang lagi mabuk berat. Karena adrenalin ketakutan atau efek mabuk, kalaupun dia kena luka bacok atau pukulan, dia nggak bakal merasa sakit saat itu juga. Padahal lukanya nyata dan darahnya ngucur. Begitu juga kita yang terlalu sibuk mengejar dunia; dosa itu melukai hati, tapi “kesibukan” itu membius kita sehingga rasa perihnya nggak terasa. Kita merasa aman, padahal sedang sekarat.
-
Penyesalan Saat “Siuman”
Kapan rasa sakit itu bakal terasa? Nanti, saat kematian datang. Kematian itu ibarat momen ketika efek bius hilang atau saat orang mabuk tadi sadar. Saat nyawa dicabut, semua beban dunia hilang, dan barulah rasa sakit dari “luka-luka” dosa tadi menyerang dengan dahsyat.Manusia itu ibarat sedang tidur (bermimpi) selama hidup di dunia, dan mereka baru benar-benar bangun saat mati. Sayangnya, kalau baru sadar saat itu, penyesalan sebegitunya hebat pun nggak akan ada gunanya lagi. Teriak kesakitan di akhirat nggak bakal bisa mengembalikan waktu untuk berobat (tobat) di dunia.
-
Investasi Terbaik: Tinta Ulama
Supaya nggak mengalami nasib tragis di atas, solusinya cuma satu: Ilmu. Al-Hasan Rahimahullah memberikan motivasi yang luar biasa. Nanti di hari kiamat, tinta yang dipakai para ulama untuk menulis ilmu akan ditimbang dengan darah para syuhada (pejuang yang mati syahid).Secara logika manusia, mungkin darah syuhada lebih berat karena taruhannya nyawa. Tapi ternyata, tinta ulama itu timbangannya lebih berat dan mulia di sisi Allah. Ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu dan menjaga hati tetap hidup dengan ilmu itu adalah perjuangan yang kuranglebihnya sangat vital. Tanpa ilmu, kita nggak akan tahu cara berjuang yang benar.
Intinya, jangan biarkan hari-hari kalian berlalu tanpa asupan ilmu sedikitpun. Rasanya sayang banget kalau kita sibuk memoles fisik tapi membiarkan batin kita kelaparan sampai mati. Mulailah luangkan waktu, walau sedikit, untuk duduk di majelis ilmu atau membaca nasehat ulama. Itu adalah investasi yang bakal menyelamatkan kita saat “bangun tidur” nanti di akhirat. Semoga Allah menjaga hati kita tetap hidup dan peka terhadap kebenaran.
Sumber teks: https://shamela.ws/book/9472/8#p1